
Jakarta –Bahribantenreborn.net | Komitmen sinergi TNI dan Polri kembali digembar-gemborkan pasca demonstrasi yang sempat memanas beberapa waktu lalu. Dalam konferensi pers di Balai Wartawan Puspen TNI, Mabes TNI, Jumat (5/9/2025), Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen. Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, S.I.K. menegaskan bahwa soliditas kedua institusi bukan sekadar simbol, tapi diwujudkan lewat patroli gabungan skala besar. Hadir pula Karoprovos Divpropam Polri Brigjen. Pol. Naek Pamen Simanjuntak.
“Ini wujud kehadiran negara. Atas perintah Bapak Presiden, kami konsentrasi penuh dalam pemulihan keamanan dengan segera,” ujar Trunoyudo.

Janji Manis Aparat, Trauma Publik Belum Pulih
Polri mengingatkan masyarakat agar bijak menyikapi informasi, sembari menekankan media arus utama sebagai sumber kredibel. Namun, pengalaman warga di lapangan jauh dari narasi manis tersebut. Banyak yang mengaku aparat masih bertindak represif, bahkan membatasi ruang berekspresi yang seharusnya dilindungi undang-undang.
Pertanyaan mengemuka: apakah sinergi ini benar-benar untuk rakyat, atau sekadar tameng kekuasaan?

Retorika Transparansi vs Realita Represif
Polri menyebut penanganan pasca demo dilakukan dengan langkah preventif hingga penegakan hukum yang terukur dan transparan. Klaim ini kontras dengan laporan sejumlah kelompok masyarakat sipil yang menyoroti minimnya akuntabilitas dan dugaan pelanggaran prosedur aparat.
“Polri milik masyarakat, tidak anti kritik, dan selalu terbuka menerima masukan,” kata Trunoyudo.
Pernyataan tersebut terdengar ideal, namun publik menilai retorika tanpa bukti hanya memperlebar jurang ketidakpercayaan.

Rakyat Butuh Kepastian, Bukan Retorika
Sinergi TNI-Polri memang penting untuk menjaga stabilitas. Tapi jika stabilitas ditegakkan dengan ketakutan, represifitas, dan pembungkaman aspirasi, maka makna keamanan itu justru dipertanyakan.
Rakyat menunggu bukti nyata: apakah aparat berdiri di sisi masyarakat, atau sekadar di sisi kekuasaan.
Redaksi: Bahribantenreborn.net