Bukti Tunggal Polisi di Sidang Narkotika: Praktik Usang yang Ancam Keadilan!

Redaksi Media Bahri
0


Jakarta, Bahribantenreborn.net —
Sidang perkara narkotika di negeri ini kembali menunjukan wajah asli sistem peradilan pidana: timpang, monoton, dan malas berpikir! Betapa tidak, hingga hari ini, vonis terhadap terdakwa pengguna narkotika masih terus digantungkan pada satu jenis kesaksian—yaitu saksi penangkap alias aparat!


Hal ini terjadi lagi dalam persidangan di PN Pulau Punjung. Dua terdakwa narkotika dijatuhi vonis oleh majelis hakim yang dipimpin Dedy Agung Prasetyo, S.H., bersama dua anggotanya. Tapi perhatian publik bukan pada berapa tahun hukuman, melainkan pada betapa sempit dan satu arahnya pembuktian yang digunakan!


Rehabilitasi? Cuma Basa-basi dalam Undang-Undang

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 dengan tegas menyerukan rehabilitasi bagi pecandu narkotika. Tapi dalam praktiknya? Nol besar! Rehabilitasi hanya menjadi hiasan pasal. Ketika terdakwa diadili, tidak ada satu pun suara dari orang-orang yang mengenalnya, yang tahu kejatuhannya, yang tahu perjuangannya.


Yang muncul? Lagi-lagi saksi dari pihak polisi. Seolah-olah polisi tahu isi kepala dan luka batin si terdakwa!


Narasi Sepihak yang Menghukum, Bukan Menyelamatkan

Satu hal yang harus diungkap: kesaksian polisi penangkap bukanlah segalanya! Mereka hanya tahu titik akhir—saat tertangkap. Tapi bagaimana terdakwa bisa sampai ke titik itu? Siapa yang tahu tekanan hidupnya? Siapa yang tahu kalau ia mencoba berhenti tapi gagal?


Keluarga, sahabat, bahkan tetangga bisa menjadi saksi yang justru membuka celah harapan rehabilitasi. Tapi suara mereka selalu dikebiri. Dianggap tidak objektif. Padahal, justru mereka lah yang tahu sisi kemanusiaan terdakwa.


KUHAP Jelas: Keluarga Bisa Jadi Saksi, Tapi Kenapa Selalu Dihilangkan?

Pasal 169 ayat (1) KUHAP sebenarnya membolehkan keluarga menjadi saksi jika mereka bersedia. Tapi kenapa hampir tak pernah digunakan? Apakah penegak hukum sengaja mencegah kebenaran lain muncul di pengadilan?


Ini bukan sekadar kelalaian. Ini potensi pembungkaman informasi yang bisa menyelamatkan hidup seseorang dari jerat pidana!


BahriBantenReborn.net Bicara Tegas: Cukup Sudah Sistem Tumpul Ini!

Negara ini butuh peradilan yang cerdas, bukan mesin penghakiman otomatis. Hakim bukan robot yang hanya membaca BAP dan mendengar saksi dari satu sisi. Hakim punya kuasa hukum untuk minta keterangan dari siapa pun yang relevan. Kalau hanya mengandalkan polisi, maka persidangan tak ubahnya sandiwara—yang berakhir pada hukuman tanpa harapan.


Kami desak:

  • Hakim harus aktif mendorong kehadiran saksi orang terdekat terdakwa agar bisa menilai lebih manusiawi.
  • Jaksa jangan lagi alergi pada perspektif kemanusiaan. Ingat, tidak semua terdakwa narkotika adalah kriminal sejati—banyak yang hanya korban.
  • MA dan Kejagung wajib bereskan praktik pembuktian yang stagnan! Ini darurat keadilan, bukan rutinitas birokrasi.


Bukan Lagi Waktunya Tutup Mata

Jika negara masih ingin disebut beradab, maka praktik persidangan perkara narkotika harus direformasi. Bukan hanya dengan revisi hukum, tapi dengan keberanian menegakkan keadilan yang berpihak pada kebenaran, bukan sekadar formalitas.


BahriBantenReborn.net tak akan diam melihat pengadilan berubah jadi palu tukang yang hanya tahu menghukum. Kami akan terus menggigit—demi keadilan yang tidak hanya untuk negara, tapi juga untuk manusia!

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top