BahriBantenReborn.net | Jakarta, 22 Juli 2025 –
Di tengah hingar-bingar politik dan pembangunan yang sering kali mengabaikan akar sejarah bangsa, Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH, MH — Pakar Hukum Internasional dan Ekonom Nasional — mengingatkan keras Presiden RI Jenderal H. Prabowo Subianto untuk tidak melupakan fondasi berdirinya Republik Indonesia: DARAH dan AIR MATA PARA PEJUANG 1945.
"Merdeka itu tidak gratis! Jangan hanya menikmati hasilnya, tapi lupakan mereka yang rela mati demi merah putih!" tegas Prof. Sutan dari Markas Partai Oposisi Merdeka di Kalisari, Jakarta Timur (20/7).
Pejuang Dilupakan, Sejarawan Bungkam, Negara Diam
Prof. Sutan menyentil keras pemerintah dan para sejarawan yang diam seribu bahasa atas nasib para veteran dan tokoh pejuang yang kini hidup dalam kemiskinan dan keterasingan. Nama-nama besar banyak yang hilang dari ingatan negara. Bahkan, anak-anak daerah yang lantang bersuara pun kerap tak didengar di pusat kekuasaan.
“Kalau bukan kita yang angkat kembali nama para pejuang sejati, lalu siapa? Negara? Sepertinya lebih sibuk mengurus politik transaksional daripada sejarah kemerdekaan!” ujarnya tajam.
Londo Ireng: Luka Sejarah yang Masih Menganga
Dengan penuh emosi, Prof. Sutan membongkar sejarah kelam pengkhianatan dari dalam negeri sendiri — Londo Ireng, pribumi yang menjadi antek penjajah Belanda (VOC dan KNIL). Mereka menjadi kaki tangan kolonial, memburu, bahkan menyerahkan pejuang-pejuang besar seperti Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, dan Imam Bonjol.
“Londo Ireng itu nyata! Mereka dulu penjilat VOC, sekarang berubah jadi oknum koruptor, mafia peradilan, dan tikus berdasi yang merampok kekayaan rakyat!” teriaknya.
VOC dan KNIL, katanya, tidak akan pernah bertahan ratusan tahun di Nusantara tanpa bantuan para pengkhianat dari dalam. Strategi devide et impera (adu domba) hidup subur karena pribumi dibenturkan dengan pribumi. Kini, pola itu kembali — rakyat dipermainkan elite politik dan birokrasi.
Kontribusi Daerah: Fakta yang Selalu Disisihkan
Prof. Sutan menyentil keras pusat kekuasaan yang terkesan memonopoli narasi kemerdekaan. Padahal, tanpa peran besar daerah, Indonesia tidak akan pernah merdeka:
- Teuku Markam (Aceh) menyumbang 28 kg emas untuk Monas.
- Gabungan Saudagar Aceh: 25 kg emas.
- Kerajaan Siak Indrapura: 13 juta gulden (setara Rp 1,4 triliun).
“Itu bukan dongeng. Itu fakta! Tapi lihat, apa penghargaan negara untuk mereka? Hampir tidak ada!” tegasnya.
Seruan Keras untuk Presiden RI: BERANI ATAU BUNGKAM!
Prof. Sutan menantang Presiden Prabowo untuk memimpin Indonesia dengan keberanian seperti para pejuang dulu — melawan para pengkhianat modern bangsa: koruptor, mafia hukum, perusak lingkungan, dan pengisap kekayaan daerah.
Ia juga menegaskan, peringatan HUT RI 17 Agustus jangan hanya dipusatkan di Istana Merdeka, tapi harus dilaksanakan di daerah-daerah tempat para pahlawan lahir dan berjuang.
“Kalau Presiden hanya simbolik dan tidak menyentuh akar sejarah, maka masa depan Indonesia dalam bahaya! Perpecahan NKRI sudah mulai terasa jika ketidakadilan terus dibiarkan,” tandasnya.
Bangkit atau Tenggelam!
Prof. Sutan menegaskan bahwa usia 80 tahun Republik Indonesia harus dijadikan momentum untuk membongkar semua kedok pengkhianatan dan memulai babak baru: Indonesia yang adil, berdaulat, dan berpihak pada rakyat kecil.
“Cukup sudah kita dijajah oleh tikus-tikus baru! Hukum harus dibersihkan dari mafia, sumber daya harus dikembalikan untuk rakyat, dan sejarah harus dikembalikan ke pangkuan pejuang sejati!”
Narasumber:
Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH, MH
Pakar Hukum Internasional | Ekonom | Presiden Partai Oposisi Merdeka
Pengasuh Ponpes Ass Saqwa Plus Jakarta
📞 0811-8419-260
BahriBantenReborn.net
Tajam, Kritis, dan Berani Lawan Pengkhianat Bangsa!