
Ironisnya, kondisi ini membuat warga Kampung Tahtaran harus mengambil alih peran pemerintah. Sejak pagi, puluhan warga turun ke jalan membawa cangkul, sekop, ember, dan gerobak. Mereka bergotong royong memperbaiki jalan rusak dengan cara swadaya, demi kelancaran aktivitas sehari-hari.
“Kalau hanya mengandalkan anggaran pemerintah, entah kapan jalan ini diperbaiki. Karena itu, kami berinisiatif sendiri. Yang penting akses bisa dipakai dulu,” tegas Opung, salah satu tokoh masyarakat setempat.
Aksi swadaya warga memang patut diapresiasi, namun sekaligus menjadi cermin kegagalan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajibannya. Jalan desa adalah kebutuhan vital masyarakat, bukan fasilitas mewah yang bisa diabaikan.
Kegiatan gotong royong ini diwarnai solidaritas tinggi. Kaum muda hingga orang tua turun tangan, sementara para ibu turut mendukung dengan menyiapkan makanan dan minuman. Meski sederhana, semangat kebersamaan itu menunjukkan bahwa masyarakat mampu bergerak tanpa harus menunggu birokrasi yang lamban.
Namun, warga tetap berharap Pemkab Pandeglang tidak terus menutup mata. “Kami sudah buktikan bisa, tapi pemerintah jangan tinggal diam. Infrastruktur itu hak rakyat, bukan sekadar janji politik,” sindir Opung dengan nada tajam.
Kini, dengan selesainya pengecoran tahap awal, warga menaruh harapan besar agar pemerintah benar-benar tergerak. Jalan bukan sekadar akses, melainkan urat nadi perekonomian yang menentukan maju atau tidaknya sebuah desa.
Reporter: M. Sutisna
Editor: Zoel Idrus